TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
NAMA
: ASRIANTI
NPM : 17-630-095
TGS 04 : PERMASALAHAN
ASPEK HUKUM PEMBAGUNAH
JIRUSAN
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS
DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2019
ASPEK
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
1. ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Pada
pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum:
1. Keperdataan: menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian
yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi
legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan
hukum para pihak dalam perjanjian.
2. Administrasi Negara: menyangkut tantanan administrasi
yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi.
3. Ketenagakerjaan: menyangkut tentang aturan
ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
4. Pidana: menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur
pekerjaan yang menyangkut ranah pidana.
Mengenai hukum kontrak
konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata
mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH
Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian
persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas
kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH
Perdata yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu
perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata,
mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya.
1. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
2. Suatu hal tertentu.
3. Suatu sebab yang diperkenankan.
Kontrak dalam jasa
konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.
1. KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
Pengaturan hubungan kerja
konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam
kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat
sekurang-kurangnya harus mencakup uraian adanya:
1. Para pihak
2. Isi atau rumusan pekerjaan
3. Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4. Tenaga ahli
5. Hak dan kewajiban para pihak
6. Tata cara pembayaran
7. Cidera janji
8. Penyelesaian tentang perselisihan
9. Pemutusan kontrak kerja konstruksi
10. Keadaan memaksa (force majeure)
11. Tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12. Perlindungan tenaga kerja
13. Perlindungan aspek lingkungan.
Khusus menyangkut dengan
kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan
tentang hak atas kekayaan intelektual.
Formulasi rumusan
pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu
pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi:
1. Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus
dilaksanakan
2. Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus
dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi
3. Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib
dipenuhi oleh penyedia jasa
4. Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk
perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka,
kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat
5. Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan
pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai
pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia
jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan
adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk
masa pemeliharaan.
1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM JASA KONSTRUKSI
Peraturan
perundang-undangan dalam jasa konstruksi dapat dijabarkan seperti berikut ini:
1. Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
2. PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat
Jasa Konstruksi.
3. PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.
4. PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi.
5. Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya.
6. Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.
7. Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan
Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006.
8. Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan
Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing.
1. PERMASALAHAN HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Hukum dalam jasa
konstruksi biasanya tidak luput dari permasalahan-permasalahannya. Berikut
permasalahan hukum dalam jasa konstruksi:
1. Aspek Hukum Perdata
Pada umumnya adalah
terjadinya permasalahan “Wanprestasi” dan “Perbuatan Melawan Hukum”.
“Wanprestasi” artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam
perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun
perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada
2 (dua) kemungkinan, yaitu:
1. Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan
maupun karena kelalain
2. Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar
kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.
“Perbuatan Melawan Hukum”
adalah perbuatan yang sifatnya langsung melawan hukum, serta perbuatan yang
juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum. Pengertian
“Perbuatan Melawan Hukum”, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401
BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. “Perbuatan Melawan Hukum” itu
adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul
karena Undang-Undang (onwetmatig).
KUHPerdata dipastikan
memang tidak mendefinisikan dan merumuskan “Perbuatan Melawan Hukum”.
Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365
KUHPerdata hanya mengatur barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus
mengganti kerugian yang ditimbulkannya.
2. Aspek Hukum Pidana
Bila terjadi cidera janji
terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme
penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena
kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal
ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana
pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Yang secara prinsip
isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun
mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan)
atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai
sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 5% (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh
persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini
dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan
jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.
Dalam hal lain
memungkinkan terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan
isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur
Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam:
1. Pasal 378 KUHP (penipuan)
“ Barang siapa dengan
maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hokum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun
dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
1. Pasal 372 KUHP (penggelapan)
“ Barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian
milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam
karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda
paling banyak Rp.900,-“
Persoalannya selama ini
cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak
kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau APBN
dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga UU No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1)
yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah:
·
·
Perbuatan melawan hukum.
·
Melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
·
Merugikan keuangan Negara
atau perekonomian.
·
Menyalahgunakan
kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan
kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam kasus pidana
korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal tersebut harus dapat
dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan
perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain
yang dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.
Kemudian institusi yang
berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No. 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang
menyebutkan: BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang
diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan
kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka
aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32 ayat (1) UU No. 31 Tahun
1999 yaitu: Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih
unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata
telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara untuk
dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk
mengajukan gugatan.
Pasal ini memberikan
kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum yang tidak memenuhi
unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan / atau
berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Sehingga dapat ditarik
kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana
korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian
yang lain yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.
3. Aspek Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang
dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu:
1. Peringatan tertulis.
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi.
3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi.
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi
dikenakan bagi pengguna jasa.
5. Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi.
6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.
PRIORITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL
URAIAN UMUM
Pembangunan nasional
adalah usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang
dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan
perkembangan global. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk
mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera, lahiriah maupun
batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan, yang
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Agar
pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan memberikan hasil dan daya guna
yang efektif bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia maka pembangunan yang
dilaksanakan mengacu pada perencanaan yang terprogram secara bertahap dengan
memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan
yang tersusun dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai
Repelita diuraikan dalam suatu Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), yang
memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur tentang beberapa Propenas
(Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun 2001 adalah Repeta
pertama dari pelaksanaan Propenas yang merupakan penjabaran GBHN
1999-2004.
Berdasarkan
kondisi umum dan arah
kebijakan dalam GBHN 1999-2004,
dapat diidentifikasikan lima permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini. Permasalahan-permasalahan pokok tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Merebaknya Konflik Sosial dan Munculnya Gejala
Disintegrasi Bangsa.
Pada masa orde baru,
kekuasaan eksekutif yang terpusat dan tertutup dibawah kendali lembaga
kepresidenan menyebabkan disfungsinya lembaga-lembaga dalam masyarakat yang
menimbulkan gejala-gejala praktik penyalah gunaan kewenangan. Hal tersebut yang
membuat pemerintah pusat dan daerah memiliki jarak kesenjangan yang cukup jauh,
sehingga muncul ketidakpuasan masuarakat kepada pemerintahan yang mengakibatkan
munculnya gejala disintegritas bangsa seperti Papua dan Aceh.
2. Lemahnya penegakkan hukum dan HAM.
Lemahnya penegakan hukum
dan hak asasi manusia (HAM), antara lain, disebabkan oleh belum dilaksanakannya
pembangunan hukum yang komprehensif. Intensitas peningkatan produk peraturan
perundang-undangan, dan peningkatan kapasitas aparatur penegak hokum serta
sarana dan prasarana hukum pada kenyataannya tidak diimbangi dengan peningkatan
integritas moral dan profesionalitas aparat penegak hukum, kesadaran, dan mutu
pelayanan publik di bidang hukum kepada masyarakat.
3. Lambatnya pemulihan
ekonomi.
Lambatnya pemulihan
ekonomi ini disebabkan karena penyelenggaraan negara dibidang ekonomi memiliki
asas terpusat yg terlalu banyak diikut campur tangani oleh pusat sehingga
penyelenggaraan negara di bidang ekonomi tidak berada ditangan rakyat dan
kesenjangan ekonomi antara pussat dan daerah, antar daerah dan antar
pelakutelah meluas ke seluruh aspek kehidupan yang mengakibatkan monopoli
pemusatan ekonomi ditangan sekelompok kecil masyarakat.
4. Rendahnya kesejahteraan rakyat, meningkatnya penyakit
social dan lemahnya ketahanan budaya nasional.
Tingkat kesejahteraan
masyarakat baik secara materil dan spriritual belum memadai sejak krisis
ekonomi. Krisis ekonomi menurunkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan
jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut yang
menciptakan menurunnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat yang
mengakibatkan penyakit social meningkat dan lemahnya ketahanan budaya nasional.
5. Kurang berkembangnya kapasitas pembangunan daerah dan
masyarakat.
Sentralisasi kekuasaan
terutama di bidang politik dan ekonomi serta terbatasnya suatu daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri mendorong kapasitas pembangunan daerah kurang
berkembang. Hal tersebut mengakibatkan kesenjangan amtara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sehingga menutup kreatifitas masyarakat untuk berkembang.
1. PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Prioritas pembangunan
nasional disusun untuk melaksanakan misi yang telah digariskan GBHN 1999-2004
guna mewujudkan visi pembangunan nasional. Prioritas ini disusun berdasarkan
pengalaman membangun pada masa lalu dan berbagai kemungkinan perkembangan
dimasa yang akan datang. Dengan mempertimbangkan permasalahan pokok yang
dihadapi oleh Indonesia, Propenas menyusun lima prioritas pembangunan nasional,
yaitu:
1. Membangun sistem politik yang demokratis serta
mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
2. Mewujudkan suprenasi hokum dan pemerintahan yang baik.
3. Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan
pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan ekonomi kerakyatan.
4. Membangun kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas
kehidupan dan ketahanan budaya.
5. Meningkatkan pembangunan daerah.
1. KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM INFRASTUKTUR
Infrastruktur merupakan
salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya
saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas
bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan
infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi
masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun
antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi
yang secara keseluruhan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan infrastruktur
mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan
kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara
pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui
kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah
terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan
lingkungan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur sebagai salah satu
kebijakan pemerintah pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic
goals yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk
mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan
meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal;
3.Meningkatkan kualitas
lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan,
daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA (APBN)
1.FUNGSI
DAN PERAN APBN
Berikut ini adalah
beberapa fungsi dan peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN):
1. APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi, APBN di
negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana
investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka
pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering
dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal baik pengeluaran maupun
penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran
pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi
penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
2. APBN sebagai alat Stabilisasi Ekonomi,
·
Pemerintah menentukan
beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan
stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja
·
·
dipertahankan agar
seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total
·
Tabungan pemerintah
diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan
ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan
pembangunan.
·
Basis perpajakan
diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan
penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya .
·
Prioritas harus diberikan
kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang
pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan
negara dibatasi.
·
Kebijaksanaan anggaran
diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal
sumber-sumber dalam negeri.
1. STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
Struktur APBN terdiri
dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer,
surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah mengubah
komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan
standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics
(GFS). Pada T-account, pinjaman proyek bersifat in-out yaitu
masuk dalam penerimaan negara sebagai penerimaan pembangunan dan juga masuk
dalam pengeluaran negara sebagai pengeluaran pembangunan, sedangkan pada I-account pinjaman
proyek dimasukkan dalam pembiayaan anggaran. Selain itu pembayaran bunga dan
cicilan utang pada T-account dijadikan satu dalam
pengeluaran rutin, sedangkan pada I-account pembayaran
bunga utang dan cicilan utang
terpisah, yaitu pembayaran
bunga utang termasuk dalam belanja negara (Belanja Pemerintah Pusat), sedangkan
pembayaran utang atau pembayaran cicilan pokok termasuk dalam pembiayaan
anggaran. Akibatnya untuk tahun yang sama jumlah penerimaan maupun pengeluaran
pada APBN format T-account berbeda dengan APBN format I-account,
namun secara kumulatif jumlahnya sama.
1. Pendapatan Negara dan Hibah.
Penerimaan APBN diperoleh
dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak
penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak
lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor)
merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba
BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang
lebih kecil terhadap total penerimaananggaran, jumlahnya semakin meningkat
secara signifikan tiap tahunnya berbeda dengan sistem penganggaran sebelum
tahun anggaran 2000, pada sistem penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan
(pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan. Dalam
pengadministrasian penerimaan negara, departemen atau lembaga tidak boleh
menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai
kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait.
2. Belanja Negara
Belanja negara terdiri
atas anggaran belanja pemerintah pusat, dana perimbangan, serta dana otonomi
khusus dan dana penyeimbang. Sebelum diundangkannya UU No. 17/2003, anggaran
belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan. UU No. 17/2003 mengintrodusing uniffied budget sehingga tidak lagi
ada pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dana
perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana
alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi khusus dialokasikan untuk
provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.
3. Keseimbangan Primer
Keseimbangan primer
adalah penerimaan negara dikurangi dengan belanja negara tetapi di luar
pembayaran bunga utang.
4. Defisit dan atau Surplus
Defisit dan atau surplus
merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi
penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran
disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit
menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih
dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit
anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan
umum (overallbalance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan
dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah
total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
5.Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan
untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat
ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non perbankan) serta
pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisihantara penarikan utang
luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.
1. PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai
membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip: prinsip anggaran
berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip
anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara
perhitungan tertentu (Susento, 1995). Namun sejak tahun 1999 tidak lagi
digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun
berdasarkan prinsip anggaran defisit. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Prinsip Anggaran Defisit
Bedanya dengan prinsip
anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan:
1. Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan
melainkan sebagai sumber pembiayaan.
2. Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan dalam
negeri + sumber pembiayaan luar negeri (bersih).
3. Prinsip Dinamis
4. Anggaran dinamis absolut,
yaitu peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun sehingga
kemampuan untuk menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan suatu pembangunan
dapat tercapai.
4. Anggaran dinamis relatif, yaitu semakin kecilnya
persentase ketergantungan pembiayaan terhadap pinjaman luar negeri.
5. Prinsip fungsional
Anggaran fungsional
berarti bahwa bantuan atau pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran
belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai
anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri
hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil
sumbangan bantuan atau pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran
pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
Adapun prinsip-prinsip
dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebagai
berikut ini:
1. Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada
tiga, yaitu:
2. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan
kecepatan penyetoran.
3. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
4. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh
negara dan penuntutan denda.
5. Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN
adalah:
6. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
7. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau
kegiatan.
8. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam
negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Pengadaan.web.id. 2016. Aspek
Hukum Dalam Jasa Konstruksi,
https://www.pengadaan.web.id/2016/11/aspek-hukum-dalam-jasa-konstruksi.html , diakses tanggal 26 Oktober 2018 pukul 21:06
Sarjanaku.com. 2012. Pengertian
Pembangunan Nasional Definisi,
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-pembangunan-nasional-definisi.html , diakses tanggal 27 Oktober 2018 pukul 18:47
Bayutube86. 2009. Makalah
APBN Indonesia
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-apbn-indonesia.html, diakses tanggal 26 Oktober 2018 pukul 20:28
Gudang Ilmu Pengetahuan.
2015. Struktur dan Susunan APBN,
http://ilmuef.blogspot.com/2015/12/struktur-dan-susunan-apbn.html, diakses tanggal 26 Oktober 2018 pukul 19:26
Contoh dan Fungsi. 2013. Prinsi-prinsip
dalam APBN,
https://contohdanfungsi.blogspot.com/2013/03/prinsip-prinsip-dalam-apbn.html, diakses tanggal 26 Oktober 2018 pukul 21:37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar