KEGAGALAN DALAM KONTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
NAMA : ASRIANTI
NPM : 17-630-095
TGS :
KEGAGALAN KOSTRUKSI
UNIVERSITAS
DAYANU IKHSANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAUBAU
2019
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya. sehingah kami dapat menyelesaikan rinkasan skripsi kegagalan kostruksi
ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kulia kami kegagalan kostruksi.
kami berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan andah semua.
Menyadari banyak kekuragan dalam pembuatan
ringkasan skripsi ini.
Karenah itu kami mengharapkan kritikan dan
saran dari parah pembaca untuk
melengkapi segalah kekurangan dan kesalahan dari ringkasan skripsi ini.
Kami mengucapkan
terimakasi kepadah pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
ringkasan skripsi ini sekian dan trimakasi.
BAUBAU,21 MARET 2019
ASRIANTI
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………….I
DAFTAR
ISI………………………………………II
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.
KEGAGALAN BAGUNAN…………………….
2.2.
PENILAIAN KEGAGALAN BANGUNAN.........
2.3. STANDAR KEBERHASILAN PROYEK…….
2.4
PENYEBAB KEGAGALAN PROYEK BAGUNAN….
2.5 CONTOH KEGAGALAN KOSTRUKSI……………
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN……………………………
3.2
SARAN………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu perusahaan yang
didirikan mempunyai beberapa tujuan, tujuan yang dimaksud adalah mencari laba,
berkembang, memberi lapangan kerja, serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan
barang dan jasa. Perusahaan adalah organisasi yang merupakan kumpulan
orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Perusahaan sangat perlu ditetapkan perhitungan pendapatan dan biaya operasi
perusahaan, agar nantinya dapat berguna bagi manajemen dalam melakukan analisis
dan pengambilan keputusan. Pengakuan pendapatan yang ada dalam perusahaan
kontruksi merupakan contoh digunakannya metode pengakuan pendapatan.
Pembangunan kontruksi bangunan di indonesia telah berkembang dengan pesat
seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, terutama di kota-kota
besar yang mengakibatkan meningkatnya kebuuhan terhadap sarana dan prasarana,
khususnya bangunan rumah dan gedung.
Umumnya
setiap proyek kontruksi mempunyai rencana dan jadwal pelaksanaan tertentu, pada
saat kapan proyek tersebut dimulai dan kapan harus diselesaikan. Bagaimana
proyek tersebut akan dikerjakan serta bagaimana dengan pengaturan penyediaan
sumber dayanya. Setiap pelaksanaan proyek kontruksi, menginginkan berhasil
dalam pelaksanaan penyelesaian proyek dengan tepat waktu. Untuk memenuhi tujuan
tersebut tiga sasaran yang harus di penuhi yaitu besar biaya (anggaran) yang
dialokasikan, dan waktu serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut
merupakan terpenting yang menunjang kelancaran pelaksaan proyek. Pembuatan
rencana suatu proyek kontruksi selalu mengacu pada perkiraan yang ada pada saat
rencana pembangunan tersebut dibuat, karena itu masalah dapat timbul apabila
ada ketidaksesuaian antara rencana yang telah dibuat dengan kenyataan yang
sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kegagalan Bangunan
Kegagalan
bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan oleh penyedia
jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagaian atau secara
keseluruhan dan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
kerja kontruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan
penyedia dan atau pengguna jasa. Kegagalan kontruksi adalah keadaan hasil
pekerjaan kontruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana
disepakati dalam kontrak kerja kontruksi baik sebagian maupun keseluruhan
sebagai akibat dari kesalahan dari pengguna jasa atau penyedia jasa.
2. Penilaian kegagalan bangunan
Menurut
PP No. 29 tahun 2000 pasal 36 dan 37, Kegagalan bangunan dinilai dan
ditetapkan oleh satu atau lebih penilai ahli yang profesional dan kompeten
dalam bidangnya serta bersifat
independen dan mampu memberikan
penilaian secaraobyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling
lambat 1 bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan
bangunan. Tugas penilai ahli menurut PP No.29 tahun 2000 pasal 38 ayat 1 yaitu:
1) Menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan
bangunan
2) Menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau
keseluruhan bangunan
3) Menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan sertatingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan;
4) Menetapkan besarnya kerugian, serta usulan
besarnya ganti rugi yang harusdibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang
melakukan kesalahan
Berdasarkan pasal 39
PP No. 29 tahun 2000, Penilai ahli berwenang untuk :
1) menghubungi
pihak-pihak terkait, untuk
memperoleh keterangan yang diperlukan;
2) memperoleh data yang diperlukanmelakukan
pengujian yang diperlukan
3) memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan
bangunan.
3. Standar keberhasilan proyek bangunan
Kegagalan berarti apa
yang terjadi ternyata dibawah dari standar yang ditetapkan, oleh karena itu
sebelum mengatakan gagal maka perlu sebuah ukuran standar keberhasilan yang
dalam dunia proyek konstruksi dapat kita buat seperti ini.
1) Hemat biaya pelaksanaan.
2) Selesain dalam waktu cepat.
3) Mendapat Keuntungan atau nilai lebih dari kontrak
proyek.
4) Kualitas bangunan bagus.
5) Struktur bangunan kuat dan tahan lama minimal
dalam jangka waktu perencanaan masa pakai.
6) Kebahagiaan sumber daya manusia sebagai
pembangun.
7) Tidak terjadi kecelakaan kerja atau biasa disebut
juga dengan zero accident.
4. Penyebab kegagalan proyek bangunan
Dari standar
keberhasilan diatas maka dapat kita uraikan beberapa hal yang dapat menjadi
penghambat terwujudnya cita cita tersebut :
1) Waktu pelaksaan mundur, hal ini berarti terdapat biaya tambahan
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. keterlambatan ini bisa disebabkan
berbagai hal seperti kurangnya kemampuan manajemen proyek atau terjadi kendala
di lapangan yang sulit dipecahkan.
2) Pembayaran progres tertunda, bagi kontraktor yang mengandalkan
biaya proses pelaksaan dari masukan biaya tagihan pada pemilik proyek maka akan
sangat terpengaruh jika ternyata pembayaran terlambat.
3) Proses aproval material lama misalnya dalam
pemilihan warna dan texture keramik, sebelum diputuskan oleh pemilik proyek
maka proses pemasangan keramik belum bisa dilakukan.
4) Terjadi bencana alam seperti gempa bumi,
kebakaran, banjir dll.
5) Pekerja proyek tidak jujur atau melakukan
korupsi sehingga dapat menimbulkan kerugian pekerjaan.
6) Terjadi kesalahan dalam perencaan yang berakibat fatal, misalnya
kesalahan pemilihan ukuran dan jenis material struktur kolom beton sehingga
menjadi penyebab keruntuhan bangunan.
7) Terjadi kecelakaan kerja, hal ini bisa diatasi membuat rambu-rambu
proyek dan mengadakan penyuluhan secara rutin kepada pekerja akan bahaya resiko
kecelakaan.
8) Situasi politik kacau sehingga berpotensi
menimbulkan gejolak harga bangunan
5. Contoh kegagalan kontruksi
Contoh
kasus kontruksi adalah Runtuhnya Jembatan Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan
DKI Jakarta di kawasan Taman Ismail Marzuki Cikini, Jakarta Pusat
1) Jembatan penguhubung gedung arsip perpustakaan
Jakarta
Lokasi Jembatan
Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan DKI Jakarta di kawasan Taman Ismail
Marzuki Cikini, Jakarta
Pusat yang terjadi pada
tanggal 31 Oktober 2014 sekitar
pukul 06.00 pagi. Runtuhnya kasus
Jembatan Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan DKI Jakarta di kawasan Taman
Ismail Marzuki dikarenakan tidak adanya tiang penyangga dan belum kuatnya
kontruksi bangunan jembatan beberapa bagian bangunan tersebut baru di cor
kemarin malam. Kesalahan-kesalahan di bidang kontruksi yang dilakukan oleh
orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian besar bagi pihak
lain. Dalam kasus Jembatan Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan DKI Jakarta di
kawasan Taman Ismail Marzuki kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita
luka-luka dan meninggal dunia.
2) Penyebab utama kegagalan kontruksi
Runtuhnya Jembatan
Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan DKI Jakarta di kawasan Taman Ismail
Marzuki disebabkan beberapa kesalahan seperti dibawah ini :
1. Kesalahan Perencanaan (Kesalahan Desain Awal)
a. Untuk perencanan jembatan harus sesuai dengan
prosedur standar nasional indonesia (SNI). Dengan adanya standar nasional
indonesia dapat memperhitungkan pembebanan (pertimbangan beban mati/berat
kontruksi, beban bergerak, beban angin, gempa dll)
b. Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana
dalam menafsirkan data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu
komponen kontruksi sehingga dapat berakibat kegagalan dalam bangunan.
c. Pada waktu perencanaan struktur ini harus
meperhitungkan mutu beton dan mutu baja yang digunakan. Agar dikemudian hari
tidak terjadi permasalahan struktur karena dapat berakibat pada keamanan dan
fungsi dari bangunan tersebut. Mutu rendah akan mengakibatkan beton tersebut
tidak kedap terhadap air. Walaupun beton bertulang sulit untuk dapat kedap air
secara sempurna.
2. Kesalahan Pengawasan
a. Ketidaksesuain spesifikasi teknik dan material atau kesalahan
pemasangan tidak seperti rencana. Kesalahan pemasangan terjadi jika pelaksanaan
lapangan lalai.
b. Kesalahan bahan baku tentu berbeda menggunakan tulungan ukuran
10 dengan 8 akan mengurangi kualitas dari merek satu dengan yang lainnya.
c. Menyetujui proposal dan gambar tahap
pembangunan yang didukung oleh metode kontruksi yang benar. Sehingga kekuatan
rencana jembatan bisa di realisasikan dan kesalahan dalam hal pemilihan
material (tulungan, baut, batalan elastomer, kabel, kawat, beton) bisai
dihindari.
3. Kesalahan Perawatan
a. Semua peralatan yang digunakan dalam
merencanakan sebuah kontruksi tentu terdapat umur yang akan digunakan. Oleh
sebab itu perlu adanya perwatan berkala untuk tetap mengatisipasi kerusakan
atau perubahan berskala yang terjadi pada konstruksi ( Misal retak karena beban
yang diterima jembatan meningkat atau karena umur material dll)
4. Kegagalan Pelaksana
a. Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak
yang sudah di setuji oleh pihak jasa kontruksi
b. Tidak melaksanakan pengujian bahan mutu
material dengan benar sehingga membuat bahan yang digunakan dalam
pembuatan jembatan kurang berkualitas
c. Salah membuat metode dan gambar kerja yang
akan mengakibatkan metode dalam pembuatan jembatan tersebut tidak sesuai dengan
prosedur yang telah disetuju.
5. Kesalahan pengguna bangunan
a. Kesalahan pengguna bangunan pada umumnya disebabkan
akibat pengunaan bangunan yang melebihi kapasitas diluar dari peruntukan
rencana awal.
b. Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program
pemeliharan yang sudah ditetapkan.
c. Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program pemeliharaan
yang sudah ditetapkan.
d. Penggunaan bangunan yang sudah habis unsur
rencananya membuat para pekerja proyek mempercepat pelaksanaan bangunan
tersebut
6. Kegagalan Bangunan Jembatan
a. Bangunan Bawah
Kegagalan bangunan
bawah (pilar atau aboutmen) terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan
bawah tersebut dan atau terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap
fungsi struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis
pondasi yaitu :
Pondasi Langsung : Kegagalan pada pondasi langsung secara
fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami :
Amblas berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih
rendah daripada elevasi rencana.
Miring berarti pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan
posisi vertikal rencana.
Puntir berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi
miring yang tidak beraturan.
Pondasi Sumuran: Kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama
dengan pondasi lansgung
Pondasi Tiang Pancang Beton/Baja : Kegagalan pondasi tiang pancang beton/baja
secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami :
Amblas berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih
rendah daripada elevasi rencana.
b. Bangunan Atas
Kegagalan Bangunan
Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan atas yaitu :
Retak Struktural
Unsur retak akan
mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan kedalaman retak yang
terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan secara langsung mengurangi
kekuatan struktur juga akan memberikan peluang udara dan air yang akan
mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya juga mengurangi kekuatan
struktur. Maka oleh karena itu lebar maksimum dan kedalaman retak harus
dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak diizinkan adalah proporsional
dengan tebal struktur itu sendiri.
Lendutan
Lendutan yang
berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuata struktur juga mempunyai dampak
psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan maksimum yang diizinkan adalah
proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan.
Getaran/Goyangan
Amplitudo getaran
harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun pergerakan lalu lintas
disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik dan segi stabilitas struktur
maupun dari kenyamanan sipengendara. Besarnya amplitudo getaran maksimum yang
diizinkan adalah proporsional dengan betang jembatan yang bersangkutan.
Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai
kendaraan berupa retak, terkelupas dan pecah akan berpengaruh secara langsung
terhadap riding quality lantai kendaraan yang menyebabkan kenyamanan
sipengendara akan berkurang. Makaluas kerusakan dibatasi tidak boleh melebihi
angka yang dipersyaratkan yaitu persentase fase yang rusak terhadap suatu luas
segmen yang ditinjau.
Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada
derajat tertentu akan mempengaruhi sistem pendukungan tumpuan teradap beban
yang pada akhirnya sistem distribusi beban berubah. Oleh sebab itu tingkat
kerusakan tumpuan ini harus dibatasi sehingga tidak sampai merubah sistem
pembebanan original. Besarnya tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan
tergantung dari jenis tumpuan itu sendiri.
3) Akibat yang ditimbulkan
Akibat yang
ditimbulkan dari kesalahan yang diungkapkan sebelumnya, akibat yang timbul
berdasarkan informasi yang didapat adalah sebagai berikut :
1. Terdapat korban meninggal sebanyak 4 orang.
2. Terdapat korban luka-luka sebanyak 5 orang.
3. Bertambahnya biaya dan waktu untuk kontruksi.
4. Menambah kecemasan atas rencana pembangunan jembatan penghubung
gedung arsip perpustakaan DKI Jakarta
4) Sanksi hukum
Berdasarkan kasus
runtuhnya Jembatan Penghubung Gedung Arsip Perpustakaan DKI Jakarta di kawasan
Taman Ismail Marzuki, sanksi hukum yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor
18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26 ayat 1 dan 2.
a. Pasal 26, ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang
disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau
pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan
dikenakan ganti rugi.
b. Pasal 26, Ayat.2, Jika terjadi kegagalan bangunan yang
disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
2. Peraturan Pemerintah RI No.29 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pada bagian kelima memuat tentang Kegagalan
Pekerjaan konstruksi, bunyi pasal 31, 32, 33, dan 34, adalah :
a. Pada Pasal 31, Kegagalan konstruksi adalah
keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian
maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
b. Pada Pasal 32, ayat.1, Perencana konstruksi
bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa,
pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. Ayat.2 Pelaksana konstruksi bebas
dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana
konstruksi dan pengawas konstruksi. Ayat 3, Pengawas konstruksi bebas dari
kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana
konstruksi dan pelaksana konstruksi. Ayat 4, Penyedia jasa wajib mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
yang disebabkan kesalahan Penyedia Jasa atas biaya sendiri.
c. Pada Pasal 33, Pemerintah berwenang
untuk mengambil tindakan tertentu apabila pekerjaan konstruksi mengakibatkan
kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan umum.
d. Pada Pasal 34, Kegagalan bangunan merupakan
keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian
dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan, atau
keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna
Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi
3. Sanksi bagi penyelanggara kontruksi dijelaskan
dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK
a. Pasal 41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan
konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran
Undang-undang ini.
b. Pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis
sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
c. Pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa
yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa
yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak
sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling
lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per
seratus) dari nilai kontrak. (3). Barang siapa yang melakukan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang
lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
4. Dikarenakan dua dugaan pidana yaitu
pelanggaran pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya
orang lain, pasal 360 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain
luka-luka, serta pelanggaran UU nomor 28 tahun 2002 mengenai bangunan dan
gedung.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat
di simpulkan bahwa jembatan penghubung antara Perpustakaan dengan gedung
Arsip DKI Jakarta di Taman Ismail Marzuki, karena tidak adanya penyangga pada
sisi bangunan di sisi lain jalan yang berada di bawah jembatan masih di
pergunakan sebagai akses yang tidak semestinya untuk di
gunakan. Mengenai pasal-pasal yang berlaku sudah jelass :
1. Pasal 4 ayat (3), ayat (4) dan pasal 23 ayat
(1) yang menjelaskan tentang rangkaian kegiatan mulai dari penyiapan
lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. pekerjaan
konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta
pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan,
pengerjaan, dan pengakhiran. Seharusnya sudah di rencanakan matang-matang
tentang semua detailnya hingga keselamatan konstruksi.
2. Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) Seharusnya
sudah di perhitungkan tingkat keamanan pembangunan konstruksinya oleh para ahli
yang terkait dan tidak melalaikan pengawasan terhadap pembangunan
tersebut. Seperti contohnya yang di ambil dari berita di atas
membuat penyangga tambahan dan tidak di perbolehkanlalu
lalang melalui jalan yang berada di bawah jembatan tersebut. Karena
adanya pembangunan. Dan pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung
jawab atas kejadian tersebut. Dan dinyatakan bersalah oleh pihak ketiga selaku
penilai.
3. Pasal 25 ayat (1) ayat (2) dan ayat
(3). Kesalahan tragedi ini bisa di sebabkan karena karena kelalaian
perencana atau pengawas konstruksi, dan pelaksanaan konstruksi. Karena proyek
tersebut seharusnya sudah di perhitungkan baik-baik dan matang.
4. Pasal Pasal 23 ayat (2) ayat (3) dan Pasal 26
ayat (1) dan (2). Masyarakat dan pemerintah juga sebenarnya harus
berpartisipasi dalam hal ini seperti melakukan pengawasan terhadap pembangunan
tersebut, jika ada sesuatu yang ganjal di beri tahu, atau di laporkan. Sesuai
dengan pasal 29 (a), 30 (b), dan Pasal 35 ayat (1).
Dokumentasi
Gambar
3.2.SARAN
DALAM SUATU KOSTRUKSI BAGUNAN
YANG AKAN DI BAGUN KITA HARUS MEMPERHATIKAN KODISI ATAU TEMPAT DIMANA BAGUNAN
ITU DI BAGUN AGAR KITA BISA MENIMALISIR HAL2 YANG AKAN TERJADI.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar