ASPEK
HUKUM DALAM PEMBAGUNAN
NAMA :
ASRIANTI
NPM
: 17-630-095
TGS
: PENENTUAN PERAN
DAN FUNGSI PPK
DALAM PELELAGAN BARANG
DAN JASA
PPK Tidak Sekedar Tanda Tangan Kontrak
Awal tahun 2012 beberapa orang datang
langsung berdiskusi atau bertanya melalui telepon tentang Pengadaan Barng/Jasa
khususnya mengenai pelaksanaan kontrak.
Sebagian isi diskusi adalah menanyakan
pekerjaan yang dilaksanakan akhir tahun 2011 namun hingga tahun 2012 masih
belum selesai. Ada yang bertanya bagaimana cara pemutusan kontrak, ada yang
bertanya kok bisa terjadi padahal penawaran penyedia barang/jasa pada saat
pelelangan bagus-bagus, ada juga yang bingung bagaimana membayarnya padahal
batas akhir pembayaran hanya sampai 31 Desember.
Setelah diteliti lebih dalam, sebagian besar
terjadi karena ketidaktahuan dan kurangnya kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK).
Penyebabnya, sebagian besar menjadi PPK bukan
karena memang pantas menjadi PPK, melainkan karena menduduki jabatan eselon
tertentu.
Sayangnya, banyak yang lupa, bahwa tanggung
jawab PPK di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 amat berat.
Berdasarkan Pasal 11 Perpres Nomor 54 Tahun
2010, tugas pokok dan kewenangan PPK adalah:
A. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan
sebagai berikut:
i.
menetapkan rencana
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
a. spesifikasi teknis Barang/Jasa;
b. Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
c. rancangan Kontrak.
ii.
menerbitkan Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
iii.
menandatangani Kontrak;
iv.
melaksanakan Kontrak
dengan Penyedia Barang/Jasa;
v.
mengendalikan
pelaksanaan Kontrak;
vi.
melaporkan
pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
vii.
menyerahkan hasil
pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
viii.
melaporkan kemajuan
pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan
kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
ix.
menyimpan dan menjaga
keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
- Selain tugas pokok dan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK
dapat:
i.
mengusulkan kepada
PA/KPA:
a. perubahan paket pekerjaan; dan/atau
b. perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
ii.
menetapkan tim
pendukung;
iii.
menetapkan tim atau
tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan
tugas ULP; dan
iv.
menetapkan besaran
Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
Mari kita lihat satu persatu sebagian tugas
pokok dan kewenangan tersebut serta apa saja yang harus diperhatikan.
Menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa
PPK tidak bekerja pada akhir pengadaan. PPK
sudah mulai bekerja sejak perencanaan pengadaan. Hal ini karena PPK adalah
orang yang paling mengetahui tentang barang/jasa yang akan diadakan.
Oleh sebab itu, apabila terjadi kesalahan pada
proses pengadaan barang/jasa yang disebabkan karena kesalahan perencanaan, maka
PPK juga bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
Tanggung jawab PPK pada tahap perencanaan
adalah:
1. Spesifikasi Teknis Barang/Jasa
Ini adalah hal yang krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.
PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.
Ini adalah hal yang krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa dan dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pokiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.
PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK.
2. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus markup dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS.
Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi total harga secara keseluruhan.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.
PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.
Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus markup dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS.
Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar. Juga perhitungan harga semen serta batu kali dan besi beton akan mempengaruhi total harga secara keseluruhan.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok.
PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.
Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
3. Rancangan kontrak.
Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal, kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran KPPN.
Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Draft kontrak bukan sekedar lembaran-lembaran kertas. Ada beberapa jenis kontrak yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, kontrak tahun jamak, kontrak pengadaan tunggal, kontrak pengadaan bersama, kontrak payung (framework contract), kontrak pengadaan pekerjaan tunggal, dan kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus kontrak. Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran KPPN.
Ini semua baru penjelasan untuk tugas pokok
pertama lho
Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia
Barang/Jasa (SPPBJ)
PPK tidak serta merta menerbitkan SPPBJ
setelah pelaksanaan pelelangan. PPK punya hak untuk tidak sependapat atas
penetapan pemenang yang telah dilakukan oleh panitia.
Dasar SPPBJ adalah Berita Acara Hasil
Pelelangan (BAHP) yang berarti PPK wajib memahami isi dari BAHP.
Memahami isi dari BAHP apalagi berani menolak
penetapan panitia berarti PPK wajib memiliki pengetahuan terhadap proses
pelelangan/seleksi yang telah dilakukan oleh panitia. Artinya, selain kemampuan
manajerial, PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara utuh dan
lengkap tahap demi tahap serta memahami hal-hal apa saja yang dievaluasi oleh
panitia serta kelemahan-kelemahannya.
Inilah sebabnya, PPK wajib memiliki sertifikat
keahlian pengadaan barang/jasa. Bukan sekedar selembaran kertas belaka, tetapi
PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara detail agar dapat
menjalankan fungsi check and recheck terhadap
kerja panitia dan mampu untuk menolak usulan pemenang dari panitia.
Apabila PPK tidak memiliki pengetahuan dalam
bidang pengadaan barang/jasa, maka PPK cenderung hanya menjadi “tukang stempel”
terhadap hasil panitia pengadaan barang/jasa.
Menandatangani Kontrak
Kontrak adalah ikatan antara dua atau lebih
pihak yang isinya mengikat kepada seluruh pihak yang menandatangani.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) menyebutkan:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi empat syarat;
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
PPK harus memperhatikan hal ini, karena
apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan
kontrak menjadi tidak sah.
Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa
yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang
nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar
perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah
untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang
melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.
Inilah pentingnya sebelum pelaksanaan
penandatanganan kontrak, PPK melaksanakan rapat persiapan terlebih dahulu agar
penandatanganan kontrak tidak sekedar seremonial belaka melainkan dipahami dan
nantinya dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia
Barang/Jasa dan Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak.
Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan
hukum serta mengikat para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara
struktural, PPK hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya.
Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak
mereka atau hanya memasrahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan
pengawas.
Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan
adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan
begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau
mengalami hambatan.
Ini yang sering terjadi pada pekerjaan
konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada
akhir tahun anggaran.
Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun
anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan
kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat
pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31
Desember. Malah sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu
saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan
telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal
keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau
curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan
pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan.
Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap
tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan.
Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat
perencanaan atau penyusunan draft kontrak.
Namun, alangkah banyak PPK yang setelah
menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang
berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek
pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi
masalah menjadi gelagapan dan kebingungan.
PPK wajib memiliki kemampuan untuk
membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan
mekanisme kontrol pekerjaan. Bisa berupa kurva S atau bentuk diagram lainnya.
Pemahaman terhadap aplikasi project (seperti MS Project) adalah nilai plus.
Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan
Barang/Jasa dan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan
pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan
Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak
sekedar membuat laporan Asal Bapak Senang (ABS). PPK juga harus mampu
melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan
pekerjaan.
Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan
oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi
pada saat pelaksanaan.
Yang harus diingat, setiap kendala merupakan
tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala
harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan
Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan
Salah satu temuan yang paling sering terjadi
adalah pengadaan barang/jasa fiktif.
Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam
melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh
penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check and
recheck
Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan,
PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia.
Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan
atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan
PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak
dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.
Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar
menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan
kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak.
Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap
spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi
sesuai ketentuan.
Nah, dari tulisan ini telah jelas beberapa
tugas pokok dan fungsi PPK dan jelas bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan
kontrak.
Oleh sebab itu, bagi SKPD yang tidak
mengangkat PPK, karena mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 21 Tahun 2011, pastikan PA/KPA memahami tugas pokok dan fungsi dari PPK.
Karena, apabila PA/KPA bertindak selaku PPK,
maka tugas pokok PPK juga melekat pada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar